Lain ladang lain
belalang, lain lubuk lain ikannya. Begitu pepatah mengatakan. Setiap bangsa
punya budaya. Setiap suku punya adat istiadat. Begitu pula cara menyapa sesama.
Masing-masing memiliki ciri khas yang jadi pembeda.
Di Jawa, orang
memanggil orang lain sesuai dengan hubungan kekerabatan atau usia. Adik dari
bapak dipanggil Paklik (Bapak Cilik), Bulik (Ibu Cilik), Paman, Bibi (diucapkan
dengan bunyi ɪ, seperti kita mengucapkan kata Bulik, Paklik). Begitu pula
dengan saudara dan kerabat yang lain, masing-masing punya panggilan
sendiri-sendiri. Bahkan, tetangga atau kenalan pun dipanggil seperti kita
memanggil kerabat. Bila mereka sedikit lebih tua, bisa dipanggil Mbak atau Mas.
Bila jarak usia agak jauh, tetapi yang bersangkutan lebih muda dari orang tua
kita, bisa dipanggil Paklik atau Bulik, dan sebaliknya, bila lebih tua dari
orang tua kita bisa dipanggil dengan sebutan Pakdhe (Bapak Gedhe), Budhe (Ibu
Gedhe), Pak Puh (Bapak Sepuh), atau Bu Puh (Ibu Sepuh). Bila seusia dengan
Kakek-Nenek, biasanya dipangil Eyang atau Mbah. Memanggil nama secara langsung
hanya berlaku bagi mereka yang seusia atau yang sudah sangat akrab satu sama
lain.
Begitu pula di Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, semua daerah di Indonesia memiliki budaya panggilan pada
orang lain.
Tak hanya di
Indonesia, kebanyakan Negara Asia pun punya “sebutan” untuk memanggil orang
lain, terutama mereka yang lebih tua dan dihormati. Di Jepang, orang menambahkan “San” di belakang
nama seseorang untuk menunjukkan bahwa kita menghormatinya. Orang Jepang
menyebut “Kun” pada anak lelaki atau teman lelaki seusia, dan “Chan” pada anak
perempuan atau teman perempuan seumuran, untuk menunjukkan keakraban dengan
yang bersangkutan. Di Korea, Cina, Thailand, juga begitu. Masing-masing orang
punya panggilan khusus yang disebut sebelum maupun sesudah nama, untuk
menunjukkan bahwa kita menghargai mereka.
Di mana bumi
dipijak, di sana langit dijunjung. Maka akan sangat aneh bila orang Indonesia,
terutama orang Jawa, memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan nama saja. Bisa
dianggap tidak sopan. Apalagi bila orang itu jauh lebih tua dan kedudukannya
lebih tinggi. Contohnya, seorang karyawan menyebut nama atasannya tanpa
embel-embel “Pak” atau “Bu” adalah sebuah tindakan kurang sopan. Sedangkan dalam
bahasa Inggris saja, kita mengunakan sebutan Mr. dan Mrs., Sir atau Ma’am, pada
orang yang strata jabatannya di atas kita.
Jangankan menyebut
nama, Bahasa Indonesia saja memiliki kata ganti tersendiri untuk menyebut orang
yang lebih tua, yaitu Anda sebagai kata ganti orang kedua, dan Beliau untuk
ganti orang ketiga. Jangan sekali-kali menyebut “kamu” pada orang tua bila tak
ingin dikutuk jadi ganteng. ^_^ Dan gunakanlah sebutan beliau ketika menyebut orang
ketiga yang lebih tua.
Jangan remehkan
panggilan yang kita gunakan untuk orang lain, siapapun dia. Bisa bahaya. Bisa-bisa Anda
disambit sandal kalau salah panggil orang yang lebih tua. Resiko paling ringan,
ya, ini. Dijadikan bahan tulisan kalau salah panggil saya. Hahaha ^_^
^_^
lowalaah... kirain arep curhat masalah yang di fb tadi. kok tibae tata krama dan sopan santun menurut adat dan istiadat. hehehe...
BalasHapustp mbak bener kok. itu perlu. buat menunjukkan bahwa kita pandai membawa diri
begitulaahhh...
Hapustapi isin aku. risetnya kurang. keburu ilang marahnya sih. hahaha.
kebayang kan kalo tiap hari dipanggil "Rif" sama anak nineties. Secara gue udah tua. hadheehhh...