Rabu, 24 Februari 2016

Hey, Bocah! Jangan Asal Panggil Namaku



Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Begitu pepatah mengatakan. Setiap bangsa punya budaya. Setiap suku punya adat istiadat. Begitu pula cara menyapa sesama. Masing-masing memiliki ciri khas yang jadi pembeda.
Di Jawa, orang memanggil orang lain sesuai dengan hubungan kekerabatan atau usia. Adik dari bapak dipanggil Paklik (Bapak Cilik), Bulik (Ibu Cilik), Paman, Bibi (diucapkan dengan bunyi ɪ, seperti kita mengucapkan kata Bulik, Paklik). Begitu pula dengan saudara dan kerabat yang lain, masing-masing punya panggilan sendiri-sendiri. Bahkan, tetangga atau kenalan pun dipanggil seperti kita memanggil kerabat. Bila mereka sedikit lebih tua, bisa dipanggil Mbak atau Mas. Bila jarak usia agak jauh, tetapi yang bersangkutan lebih muda dari orang tua kita, bisa dipanggil Paklik atau Bulik, dan sebaliknya, bila lebih tua dari orang tua kita bisa dipanggil dengan sebutan Pakdhe (Bapak Gedhe), Budhe (Ibu Gedhe), Pak Puh (Bapak Sepuh), atau Bu Puh (Ibu Sepuh). Bila seusia dengan Kakek-Nenek, biasanya dipangil Eyang atau Mbah. Memanggil nama secara langsung hanya berlaku bagi mereka yang seusia atau yang sudah sangat akrab satu sama lain.
Begitu pula di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, semua daerah di Indonesia memiliki budaya panggilan pada orang lain.
Tak hanya di Indonesia, kebanyakan Negara Asia pun punya “sebutan” untuk memanggil orang lain, terutama mereka yang lebih tua dan dihormati.  Di Jepang, orang menambahkan “San” di belakang nama seseorang untuk menunjukkan bahwa kita menghormatinya. Orang Jepang menyebut “Kun” pada anak lelaki atau teman lelaki seusia, dan “Chan” pada anak perempuan atau teman perempuan seumuran, untuk menunjukkan keakraban dengan yang bersangkutan. Di Korea, Cina, Thailand, juga begitu. Masing-masing orang punya panggilan khusus yang disebut sebelum maupun sesudah nama, untuk menunjukkan bahwa kita menghargai mereka.
Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Maka akan sangat aneh bila orang Indonesia, terutama orang Jawa, memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan nama saja. Bisa dianggap tidak sopan. Apalagi bila orang itu jauh lebih tua dan kedudukannya lebih tinggi. Contohnya, seorang karyawan menyebut nama atasannya tanpa embel-embel “Pak” atau “Bu” adalah sebuah tindakan kurang sopan. Sedangkan dalam bahasa Inggris saja, kita mengunakan sebutan Mr. dan Mrs., Sir atau Ma’am, pada orang yang strata jabatannya di atas kita.
Jangankan menyebut nama, Bahasa Indonesia saja memiliki kata ganti tersendiri untuk menyebut orang yang lebih tua, yaitu Anda sebagai kata ganti orang kedua, dan Beliau untuk ganti orang ketiga. Jangan sekali-kali menyebut “kamu” pada orang tua bila tak ingin dikutuk jadi ganteng. ^_^ Dan gunakanlah sebutan beliau ketika menyebut orang ketiga yang lebih tua.
Jangan remehkan panggilan yang kita gunakan untuk orang lain, siapapun dia. Bisa bahaya. Bisa-bisa Anda disambit sandal kalau salah panggil orang yang lebih tua. Resiko paling ringan, ya, ini. Dijadikan bahan tulisan kalau salah panggil saya. Hahaha ^_^ ^_^



2 komentar:

  1. lowalaah... kirain arep curhat masalah yang di fb tadi. kok tibae tata krama dan sopan santun menurut adat dan istiadat. hehehe...
    tp mbak bener kok. itu perlu. buat menunjukkan bahwa kita pandai membawa diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. begitulaahhh...
      tapi isin aku. risetnya kurang. keburu ilang marahnya sih. hahaha.
      kebayang kan kalo tiap hari dipanggil "Rif" sama anak nineties. Secara gue udah tua. hadheehhh...

      Hapus